(Opini Redaksi) Beberapa hari lalu Pimpinan DPR RI sudah mengetok tanda hitung mundur Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, bersamaan dengan disetujuinya hari pemungutan suara dan jadwal tahapan Pemilu Legislatif dan Presiden serta Pemilu Kepala Daerah.
Semua partai dan tokoh politik yang akan berkontestasi dalam pemilu mendatang, kini mulai bersiap membangun strategi politik dan strategi komunikasi untuk mendapatkan perhatian, simpati hingga mendapatkan suara dari para pemilih.
Saling menjual kecap nomor satu untuk diri mereka sendiri, sekaligus menjatuhkan popularitas lawan kompetitornya, pasti akan menjadi menu yang akan tersaji di jagad asli dan jagad maya pada kehidupan bangsa kita hari-hari mendatang.
Sayangnya, dalam mengejar popularitas dan elektabilitasnya partai dan tokoh politik di tanah air, juga kerap memantik api, yang sebenarnya berisiko tinggi karena mempertaruhkan keutuhan dan persatuan bangsa. Ada saja, tokoh dan partai politik, yang kerap melontarkan isu dan pesan, yang bukan saja mendiskreditkan lawan politiknya, tetapi juga merongrong kewibawaan institusi-institusi di negara. Adalah menjadi tugas warga bangsa untuk tetap menjaga marwah keutuhan TNI dan Polri.
Ada pesan yang mencoba untuk menghadap-hadapkan TNI, terutama Angkatan Darat dengan Polri, sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan di negara kita. Tidak cukup sampai di sana, ada juga pesan yang mempertentangkan pejabat Polri atau TNI dengan atasan atau bawahannya. Sebuah hal yang tentu amat berbahaya untuk soliditas kedua institusi tersebut.
Fenomena seperti yang ditulis di atas, dalam ranah ilmu komunikasi biasa disebut dengan pesan propaganda. Si pengirim pesan, akan mencoba meyakinkan orang yang mereka kirimkan pesan, tanpa melihat apakah pesan tersebut mengandung kebenaran atau tidak. Bagi mereka, selama tujuan pesan tadi dapat menguntungkan mereka, maka model pengiriman pesan seperti itu, akan mereka lakukan. Termasuk mendiskreditkan pihak ketiga, yang hanya dijadikan sasaran mereka, untuk mengambil keuntungan atau mengalahkan lawan sebenarnya mereka.
Dalam hal ini, bisa saja, sebenarnya apa yang dilakukan tokoh dan partai politik, bukan untuk mengalahkan institusi seperti TNI dan Polri, tetapi secara tidak langsung, langkah propaganda mereka, akan sangat menguntungkan langkah politik mereka.
Menghadapi maraknya fenomena di atas hingga Pemilu 2024, rasanya tidak ada jalan lain, selain meningkatkan soliditas internal Polri maupun dengan institusi di luar Polri, seperti TNI. Kemesraan bukan sekedar jargon atau tampilan para elite pimpinan kedua institusi tersebut, tetapi harus bisa diaplikasikan pada level terbawah, anggota pasukan masing-masing institusi.
Seluruh pesan yang disampaikan harus sama, dari level pimpinan tertinggi hingga unsur pelaksana di level terbawah. Sekat-sekat yang mungkin masih mengganjal terkait beban dan tanggung jawab masing-masing harus bisa diselesaikan dan dicairkan, sehingga dalam melaksanakan tugas masing-masing menjelang Pemilu 2024 tidak ada aroma persaingan atau saling mengganjal di antara kedua institusi tersebut.
Umumnya propaganda harus juga dilawan dengan pemberian penjelasan yang transparan dan detail, terkait dengan informasi yang salah dalam pesan propaganda yang sudah disebarkan. Jika diperlukan, jadikan tokoh-tokoh masyarakat untuk melawan pesan propaganda yang disebarkan tokoh atau partai politik.
Jangan malu atau gentar untuk melawan pesan-pesan negatif tersebut, baik di media massa maupun di media sosial. Pertimbangkan mana informasi yang bisa disebarkan, dan mana yang mungkin masih harus dipilah untuk tetap dijaga rahasianya.
Jangan takut, toh hingga saat ini, institusi Polri maupun TNI, masih amat dipercaya oleh masyarakat. Polri dan TNI kompak menjadi modal utama Indonesia kuat. (Red. PUBLIKBANYUWANGI)